Dalam khazanah pewayangan Jawa, Abimanyu, sebagai
putra Arjuna, merupakan
tokoh penting. Di bawah ini dipaparkan ciri khas tokoh ini dalam budaya Jawa yang sudah berkembang lain daripada tokoh yang sama
di India.
Abimanyu dalam versi pewayangan Jawa
Dikisahkan Abimanyu karena kuat tapanya mendapatkan
Wahyu Makutha Raja, wahyu yang menyatakan bahwa keturunannyalah yang akan
menjadi penerus tahta Para Raja Hastina. Abimanyu dikenal pula dengan nama
Angkawijaya, Jaya Murcita, Jaka Pengalasan, Partasuta, Kirityatmaja,
Sumbadraatmaja, Wanudara dan Wirabatana. Ia merupakan putra Arjuna, salah satu dari lima ksatria Pandawa dengan Dewi Subadra, putri Prabu Basudewa, Raja Mandura dengan Dewi Dewaki. Ia mempunyai 13
orang saudara lain ibu, yaitu: Sumitra, Bratalaras, Bambang Irawan, Kumaladewa,
Kumalasakti, Wisanggeni, Wilungangga, Endang Pregiwa, Endang Pregiwati,
Prabakusuma, Wijanarka, Anantadewa dan Bambang Sumbada. Abimanyu merupakan
makhluk kekasih Dewata. Sejak dalam kandungan ia telah
mendapat "Wahyu Hidayat", yang mampu membuatnya mengerti dalam segala
hal. Setelah dewasa ia mendapat "Wahyu Cakraningrat", suatu wahyu
yang dapat menurunkan raja-raja besar.
Abimanyu mempunyai sifat dan watak yang halus, baik
tingkah lakunya, ucapannya terang, hatinya keras, besar tanggung jawabnya dan
pemberani. Dalam olah keprajuritan ia mendapat ajaran dari ayahnya, Arjuna.
Sedang dalam olah ilmu kebathinan mendapat ajaran dari kakeknya, Bagawan Abiyasa. Abimanyu tinggal di kesatrian
Palangkawati, setelah dapat mengalahkan Prabu Jayamurcita. Ia mempunyai dua
orang istri, yaitu:
Dewi Utari, puteri
Prabu Matsyapati dengan Dewi
Ni Yutisnawati, dari negara Wirata, dan berputera Parikesit.
Abimanyu di Bharatayuddha
Abimanyu gugur dalam perang Bharatayuddha setelah sebelumnya seluruh
saudaranya mendahului gugur, pada saat itu kesatria dari Pihak Pandawa yang berada di medan laga dan
menguasai strategi perang hanya tiga orang yakni Bima, Arjuna dan Abimanyu. Gatotkaca menyingkir karena Karna merentangkan senjata Kunta
Wijayadanu. Bima dan Arjuna dipancing oleh satria dari pihak Korawa untuk keluar dari medan
pertempuran, maka tinggalah Abimanyu.
Ketika tahu semua saudaranya gugur Abimanyu menjadi
lupa untuk mengatur formasi perang, dia maju sendiri ke tengah barisan Kurawa
dan terperangkap dalam formasi mematikan yang disiapkan pasukan Kurawa. Tak
menyiakan kesempatan untuk bersiap-siap, Kurawa menghujani senjata ke tubuh Abimanyu sampai Abimanyu terjerembab dan jatuh
dari kudanya (dalam pewayangan digambarkan lukanya arang kranjang =
banyak sekali). Abimanyu terlihat seperti landak karena berbagai senjata menancap di tubuhnya. Konon tragedi itu merupakan
risiko pengucapan sumpah ketika melamar Dewi Utari, bahwa dia
masih belum punya istri dan apabila telah beristri maka dia siap mati tertusuk
berbagai senjata ketika perang Bharatayuddha. Abimanyu berbohong karena ketika
itu sudah beristrikan Dewi Siti Sundari.
Dengan senjata yang menancap diseluruh tubuhnya
sehingga dia tidak bisa jalan lagi tidak membuat Abimanyu menyerah dia bahkan
berhasil membunuh putera mahkota Hastinapura (Lesmana Mandrakumara putera Prabu Duryudana) dengan melemparkan kerisPulanggeni setelah menembus tubuh empat
prajurit lainnya. Pada saat itu pihak Korawa tahu bahwa untuk membunuh
Abimanyu, mereka harus memutus langsang yang ada didadanya, kemudian
Abimanyu pun gugur oleh gadaKyai Glinggang atau Galih Asem milik Jayadrata, satria Banakeling.
Kakawin Bharatayuddha
Kutipan di bawah ini diambil dari Kakawin Bharatayuddha, yang
menceritakan pertempuran terakhir Sang Abimanyu.
Sloka
|
Terjemahan
|
Ngkā Sang
Dharmasutā təgəg mulati tingkahi gəlarira nātha Korawa, āpan tan hana Sang Wrəkodara
Dhanañjaya wənanga rumāmpakang gəlar. Nghing Sang Pārthasutābhimanyu makusāra
rumusaka gəlar mahā dwija, manggəh wruh lingirāng rusak mwang umasuk tuhu i
wijili rāddha tan tama
|
Pada saat itu Yudistira
tercengang melihat formasi perang Raja Korawa, sebab Bima dan Arjuna tak ada
padahal merekalah yang dapat menghancurkannya. Hanya Putera Arjuna, yaitu
Abimanyu yang bersedia merusak formasi yang disusun pendeta Drona itu. Ia
berkata bahwa ia yakin dapat menggempur dan memasuki formasi tersebut, hanya
saja ia belum tahu bagaimana cara keluar dari formasi tersebut.
|
Sāmpun
mangkana çighra sāhasa masuk marawaça ri gəlar mahā dwija. Sang Pārthātmaja
çūra sāra rumusuk sakəkəsika linañcaran panah, çirṇa ngwyuha lilang təkap
Sang Abhimanyu təka ri kahanan Suyodhana. Ḍang Hyang Droṇa Krəpāpulih karaṇa
Sang Kurupati malayū marīnusi.
|
Setelah demikian,
mereka segera membelah dan menyerang formasi pendeta Drona tersebut dengan
dahsyat. Sang Abimanyu merupakan kekuatan yang membinasakan formasi tersebut
dengan tembakan panah. Sebagai akibat serangan Abimanyu, formasi tersebut
hancur sampai ke pertahanan Duryodana. Dengan ini Dona dan Krepa mengadakan
serangan balasan, sehingga Duryodana dapat melarikan diri dan tidak dikejar
lagi.
|
Ṇda tan
dwālwang i çatru çakti mangaran Krətasuta sawatək Wrəhadbala. Mwang
Satyaçrawa çūra mānta kəna tan panguḍili pinanah linañcaran. Lāwan wīra
wiçesha putra Kurunātha mati malara kokalan panah. Kyāti ng Korawa wangça
Lakshmanakumāra ngaranika kaish Suyodhana.
|
Dengan ini tak
dapat dipungkiri lagi musuh yang sakti mulai berkurang seperti Kretasuta dan
keluarga Wrehadbala. Juga Satyaswara yang berani dan gila bertarung tertembak
sebelum dapat menimbulkan kerusakan sedikit pun karena dihujani panah. Putera
Raja Korawa yang berani juga gugur setelah ia tertusuk panah. Putera tersebut
sangat terkenal di antara keluarga Korawa, yaitu Laksmanakumara, yang
disayangi Suyodhana.
|
Ngkā ta krodha
sakorawālana manah panahira lawan açwa sarathi. Tan wāktān tang awak tangan
suku gigir ḍaḍa wadana linaksha kinrəpan. Mangkin Pārthasutajwalāmurək
anyakra makapalaga punggəling laras. Dhīramūk mangusir ỵaçānggətəm atễn pəjaha
makiwuling Suyodhana.
|
Pada waktu itu
seluruh keluarga Korawa menjadi marah, dan dengan tiada hentinya mereka
memanahkan senjatanya. Baik kuda maupun kusirnya, badan, tangan, kaki,
punggung, dada, dan muka Abimanyu terkena ratusan panah. Dengan ini Abimanyu
makin semangat. Ia memegang cakramnya dan dengan panah yang patah ia
mengadakan serangan. Dengan ketetapan hati ia mengamuk untuk mencari
keharuman nama. Dengan hati yang penuh dendam, ia gugur di tangan Suyodhana.
|
Ri pati Sang
Abhimanyu ring raṇāngga. Tənyuh araras kadi çéwaling tahas mas. Hanana
ngaraga kālaning pajang lèk. Çinaçah alindi sahantimun ginintən.
|
Ketika Abimanyu
terbunuh dalam pertempuran, badannya hancur. Indah untuk dilihat bagaikan
lumut dalam periuk emas. Mayatnya terlihat dalam sinar bulan dan telah
tercabik-cabik, sehingga menjadi halus seperti mentimun.
|
0 komentar:
Posting Komentar